BOLAGILA – Penggunaan visual ‘Peringatan Darurat’ oleh sejumlah musisi di atas panggung telah memicu kontroversi dan perdebatan yang mendalam di kalangan seniman dan penikmat seni. Visual ini, yang dilengkapi dengan Burung Garuda berlatar belakang biru, adalah simbol yang kuat dan sarat makna, yang bertujuan untuk menyuarakan pesan penting terkait keadaan darurat yang dirasakan oleh para seniman dalam konteks sosial dan politik. Namun, keputusan beberapa acara musik untuk melarang penggunaan visual ini dengan alasan menjaga netralitas politik telah menimbulkan kekecewaan di kalangan musisi dan penggemar, termasuk musisi terkenal seperti Baskara Putra (Hindia) dan Nadin Amizah.
Baskara Putra, yang dikenal dengan karya-karyanya yang penuh makna sosial dan politik, telah memprediksi bahwa pelarangan semacam ini akan terjadi. Baginya, seni tidak bisa dipisahkan dari politik karena keduanya saling mempengaruhi dan menginspirasi. Dalam banyak karyanya, Baskara sering menyuarakan kritik sosial dan politik yang tajam, dan visual ‘Peringatan Darurat’ adalah perpanjangan dari ekspresi artistiknya. Pelarangan ini, menurut Baskara, adalah bentuk lain dari pembungkaman yang secara tidak langsung menghambat kebebasan berekspresi seniman.
Nadin Amizah juga menunjukkan ketidakpuasannya terhadap pelarangan ini melalui pernyataannya yang tegas dan berani. Baginya, upaya untuk memisahkan seni dari politik adalah tindakan yang represif dan bodoh. Nadin, yang sebelumnya telah menampilkan pesan solidaritas dengan rakyat Palestina di panggung We The Fest 2024, melihat seni sebagai medium yang efektif untuk menyuarakan isu-isu global yang penting. Baginya, seni adalah alat untuk berjuang dan berpolitik, dan pembatasan terhadap seni adalah pembatasan terhadap kebebasan itu sendiri.
Namun, pelarangan ini tidak hanya menimbulkan frustrasi, tetapi juga memunculkan kreativitas baru di kalangan seniman. Baskara menyarankan agar musisi dan penonton menggunakan bendera, kaos, atau medium lain untuk tetap menyuarakan pesan ‘Peringatan Darurat’ jika visual tersebut dilarang di videotron panggung. Ini adalah bentuk perlawanan yang cerdas dan kreatif, menunjukkan bahwa seniman tidak akan berhenti menyuarakan pendapat mereka meskipun dihadapkan pada hambatan. Dalam dunia seni, batasan sering kali melahirkan inovasi, dan ini adalah salah satu contoh bagaimana seniman bisa terus berjuang meskipun dibatasi.
Di sisi lain, pelarangan ini memunculkan pertanyaan yang lebih besar mengenai peran seni dalam masyarakat. Apakah seni harus netral, ataukah seni memang seharusnya menjadi alat untuk mengungkapkan realitas sosial dan politik? Bagi banyak seniman, termasuk Baskara dan Nadin, jawabannya jelas: seni tidak bisa dipisahkan dari politik. Seni adalah cerminan dari masyarakat dan dunia di sekitarnya, dan jika seniman tidak bisa mengekspresikan pendapat mereka melalui karya seni, maka fungsi seni itu sendiri menjadi terbatas.
Secara keseluruhan, kontroversi ini menunjukkan betapa pentingnya peran seni dalam menyuarakan isu-isu penting di masyarakat. Meskipun ada upaya untuk membatasi ekspresi seniman, kreativitas dan semangat mereka tidak akan dibungkam. Pelarangan terhadap visual ‘Peringatan Darurat’ hanya mempertegas betapa kuatnya pengaruh seni dalam ranah politik dan sosial, dan menunjukkan bahwa seni tetap menjadi alat perlawanan yang efektif dalam menghadapi ketidakadilan. Seniman akan terus berinovasi dan mencari cara baru untuk menyampaikan pesan mereka, dan dalam prosesnya, mereka akan terus menginspirasi dan memprovokasi pemikiran di kalangan masyarakat.